Inilah beberapa faedah yang kami peroleh dari penjelasan Sabar yang disampaikan oleh para ulama. Semoga bermanfaat.
Sabar secara bahasa berarti al habsu yaitu menahan diri. Sedangkan secara syar’i, sabar adalah menahan diri dalam tiga perkara yang dipaparkan oleh para ulama :
1. ketaatan kepada Allah,
Sabar dalam ketaatan kepada Allah Yaitu seseorang
bersabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah. Dan perlu diketahui
bahwa ketaatan itu adalah berat dan menyulitkan bagi jiwa seseorang.
Terkadang pula melakukan ketaatan itu berat bagi badan, merasa malas dan
lelah (capek). Juga dalam melakukan ketaatan akan terasa berat bagi
harta seperti dalam masalah zakat dan haji. Intinya, namanya ketaatan
itu terdapat rasa berat dalam jiwa dan badan sehingga butuh adanya
kesabaran dan dipaksakan.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا
وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imron [3] : 200).
2. Sabar terhadap hal-hal yang diharamkan
Ingatlah bahwa jiwa seseorang biasa memerintahkan dan mengajak kepada kejelekan, maka hendaklah seseorang menahan diri dari perbuatan-perbuatan haram seperti berdusta, menipu dalam muamalah, makan harta dengan cara bathil dengan riba dan semacamnya, berzina, minum minuman keras, mencuri dan berbagai macam bentuk maksiat lainnya. Seseorang harus menahan diri dari hal-hal semacam ini sampai dia tidak lagi mengerjakannya dan ini tentu saja membutuhkan pemaksaan diri dan menahan diri dari hawa nafsu.
3. Sabar terhadap takdir Allah yang dirasa pahit (musibah).
Ingatlah bahwa takdir Allah itu ada 2 macam, ada yang menyenangkan dan
ada yang terasa pahit. Untuk takdir Allah yang menyenangkan, maka
seseorang hendaknya bersyukur. Dan syukur termasuk dalam melakukan
ketaatan sehingga butuh juga pada kesabaran dan hal ini termasuk dalam
sabar bentuk pertama di atas.
Sedangkan takdir Allah yang dirasa pahit misalnya seseorang mendapat
musibah pada badannya atau kehilangan harta atau kehilangan salah
seorang kerabat, maka ini semua butuh pada kesabaran dan pemaksaan diri.
Dalam menghadapi hal semacam ini, hendaklah seseorang sabar dengan
menahan dirinya jangan sampai menampakkan kegelisahan pada lisannya,
hatinya, atau anggota badan.
Keadaan Manusia dalam Menghadapi Musibah
Perlu diperhatikan bahwa seseorang dalam menghadapi musibah ada empat keadaan.
Keadaan pertama adalah murka (marah) yaitu seseorang
menampakkan rasa marah baik pada lisan, hati atau anggota badannya.
Seseorang yang murka pada Allah dalam hatinya yaitu dia merasa benci
(murka) pada Allah dan dia merasa bahwa Allah telah menzholiminya dengan
ditimpakan suatu musibah. Kita berlindung pada Allah dari perbuatan
semacam ini. Adapun seseorang merasa murka lisannya seperti dia mencaci maki waktu
(masa) sehingga menyakiti Allah.
Dalam shohih Muslim,
dibawakan Bab dengan judul ’larangan mencela waktu (ad-dahr)’. Di
antaranya terdapat hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ
وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
”Allah ’Azza wa Jalla berfirman,’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia
mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang
membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim no. 6000)
Dan inilah yang dilakukan
oleh orang-orang Syiah ketika bulan Muharram tepatnya pada hari Asyuro
dalam rangka meratapi kematian Husein. Mereka tidak bersabar, malah
memukul-mukul bahkan mengeluarkan darah dari badan-badan mereka. Ini
bukanlah sabar, namun perbuatan semacam ini berarti murka terhadap
musibah. Maka orang-orang yang murka semacam ini tidak akan mendapatkan ganjaran
dari musibah yang menimpanya, tidak terselamatkan dari musibah bahkan
akan mendapatkan dosa. Orang semacam ini menjadi tertimpa dua musibah
(kerugian) di dunia yaitu dengan kemurkaannya dan musibah yang menyakiti
dia sendiri.
Keadaan kedua adalah sabar dengan menahan diri terhadap
musibah yang dihadapi. Keadaan kedua ini adalah dia merasa benci dengan
musibah dan tidak pula menyukai kejadian seperti itu terjadi tetapi dia
menahan diri dengan tidak menggerutu dengan lisannya sehingga membuat
Allah murka padanya, dia juga tidak marah sehingga memukul-mukul angota
badannya, dia juga tidak menggerutu dalam hatinya. Orang seperti ini
tetap bersabar akan tetapi benci terhadap musibah tersebut.
Keadaan ketiga adalah ridho. Yaitu seseorang merasa lapang hatinya dengan musibah yang menimpa, dia betul-betul ridho dan seakan-akan dia tidak mendapatkan musibah. Hukum sabar adalah wajib dan ridho adalah mustahab (dianjurkan).
Keadaan keempat adalah bersyukur kepada Allah atas
musibah yang menimpa. Keadaan seperi inilah yang dicontohkan oleh Nabi
shallallahu alaihi wa sallam.
Dari Aisyah radhiyallahu
‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika melihat (mendapatkan)
sesuatu yang dia sukai, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengucapkan,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ
‘[Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tatimmush sholihat] Segala puji hanya
milik Allahyang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi
sempurna.’
Dan ketika beliau mendapatkan sesuatu yang tidak disukai,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ
‘[Alhamdulillah ala kulli hal] Segala puji hanya milik Allah atas setiap
keadaan’.” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Dari Abu Huroiroh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ
حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ
كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah rasa capek, rasa sakit (yang terus menerus), kekhawatian, rasa
sedih, bahaya, kesusahan menimpa seorang muslim sampai duri yang
menusuknya kecuali Allah akan menghapus dosa-dosanya dengan musibah
tersebut.” (HR. Bukhari no. 5641)
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا
أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ
فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya balasan terbesar adalah dari ujian terberat. Jika Allah
mencintai suatu kaum, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka.
Barangsiapa ridho, maka Allah pun ridho. Dan barangsiapa murka, maka
baginya murka Allah.” (HR. Tirmidzi, beliau katakan hadits ini hasan
ghorib).
Kami tutup tulisan ini dengan membawakan perkataan seorang penyair Arab "Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya
Namun akhirnya lebih manis daripada madu". Semoga kita termasuk orang-orang yang diberikan sifat sabar dalam
melakukan ketaatan, dalam menjauhi maksiat dan dalam menghadapi musibah.
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya.
Artikel Terkait...!!!
0 komentar:
Posting Komentar